Day 47 : Daring ... Oh Daring, bikin Emak dan Guru Darting!
Selama hampir 7 bulan belakangan ini mungkin para guru dan orang tua siswa sudah tidak asing lagi dengan pembelajaran daring, pembelajaran daring ini dipicu dengan semakin meningkatnya korban Covid-19 yang terjadi di Indonesia. Dalam kondisi gagap teknologi, mereka-- para guru, tetap teguh bertahan di tengah kondisi yang hampir membuat orang tua terutama emak-emak dan anaknya jenuh dengan kondisi daring ini. Kekurang-mampuan yang dialami guru ini pun di akui oleh menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim seperti yang dikutip dalam kompas.com dengan judul artikel "Pendidikan Daring Di Masa Pandemi Covid-19" bahwa peralihan dari pembelajaran luring ke daring sangat sulit, namun ia masih bersyukur karena masih ada pembelajaran daring dari pada tidak sama sekali.
Segala upaya dilakukan oleh pemerintah agar pembelajaran jarak jauh tetap terlaksana, dimulai dari melakukan webinar untuk meningkatkan kemampuan guru dalam memanfaatkan teknologi untuk melaksanakan pembelajaran daring di tengah pandemi ini, bahkan pemerintah memberikan paket internet gratis kepada dosen hingga pelajar untuk menyokong pembelajaran daring. Jumlah paket tersebut juga berbeda setiap jenjangnya, ada dua kategori paket internet yaitu kuota umum dan kuota belajar. Kuota umum bisa digunakan untuk membuka aplikasi media lain sedangkan kuota belajar bisa digunakan untuk aplikasi dan link tertentu yang berkaitan dengan pembelajaran.
Kondisi ini juga dirasakan oleh penulis dan rekan-rekan sesama guru meski tinggal di desa, pembelajaran daring tetap tak terelakkan. Rekan guru yang selama ini merasa nyaman dengan pembelajaran tatap muka merasa kaget dan syok karena kurang pandai memanfaatkan teknologi , akhirnya bertahan hanya dengan memanfaatkan aplikasi WhatsApp untuk melakukan pembelajaran. Kemudian ada pula rekan yang akhirnya mau tidak mau suka tidak suka mulai membuka diri untuk belajar meski terlambat, namun patut diacungi jempol usahanya. Terakhir, para guru milenial yang katanya melek teknologi yang mahir dalam memanfaatkan berbagai aplikasi pembelajaran daring. Apakah para guru melek teknologi ini mampu melaksanakan pembelajaran daring? Bagi mereka yang tinggal di kota besar dengan kemampuan para siswa yang juga melek teknologi tentunya akan berbeda dengan yang tinggal di desa dengan kemampuan teknologi siswa yang minim.
Apa yang terjadi dengan siswa yang berada di desa? Jaringan yang sulit, kondisi ekonomi yang rendah dan kurang bijaknya dalam memanfaatkan smartphone menjadi kendala dalam pembelajaran daring di desa. Penulis sangat merasakan hal ini, para siswa lebih senang menggunakan kuota yang diberikan pemerintah untuk media sosial dibandingkan untuk belajar sehingga membuat guru menjadi darah tinggi meski media pembelajaran sudah dibuat semaksimal mungkin. Apa yang salah dan apa sih yang harus dilakukan oleh guru, orang tua murid dan juga siswa agar pembelajaran ini bisa menjadi pembelajaran yang sarat akan makna sama seperti pembelajaran tatap muka?
Comments
Post a Comment