Day 33: Pisau Berdarah ...

        Sita merasa ada yang tidak beres setelah kepergian suami dan keluarganya pagi ini. Ia merasa diawasi saat sedang mematikan lampu di kamar mandi dan mencabut colokan kipas angin di kamar tamu. Bulu kuduknya meremang, namun dilihatnya sekeliling tak seorang pun ia temui. Ia ditugasi oleh para kakak iparnya untuk mengunci, mengecek dan mematikan lampu rumah mertuanya saat mereka mengantar ayah mertua Sita ke rumah sakit pagi itu.

        Setelah mengecek ruang tamu, tiba giliran ia mengecek dan mematikan lampu di kamar mertuanya. Ia membuka pintu kamar, suasana temaram dan remang-remang mencuat dari balik pintu, ia segera menuju ke kamar mandi dan mematikan lampunya, lalu ia kembali ke dekat ranjang tidur mertuanya untuk mencabut aliran listrik lampu tidur serta kipas angin. Sesaat ia berhasil mencabut aliran listrik Sita merasa ada seseorang di balik punggungnya, benar saja seorang pria mendaratkan sebuah kecupan di pipinya, Sita terkejut tapi tak bisa melakukan apa-apa, ia masih mengkondisikan hati dan pikirannya yang mulai tak karuan tentang apa yang sedang terjadi saat itu.

        Melihat Sita yang tak bereaksi apa-apa semakin membuat pria itu bersemangat menyalurkan nafsunya yang biadap, ia mulai merangkul dan mengelus-elus tangan Sita yang tampak menyibukkan diri mencabut colokan kipas angin yang cukup sulit dicabut. Dalam hatinya, Sita mengumpati kabel kipas angin yang menghalanginya untuk segera keluar dari kamar itu. 

        "Uda sayang sama kamu dek, kasihan juga ..."

        "Apa-apaan Uda? Udah, Sita mau keluar dari sini." Sita menepis tangan pria itu.

        Sita lalu meninggalkan colokan kipas angin yang tak kunjung terlepas dan segera berjalan tergesa-gesa keluar dari kamar mertuanya. Hatinya sudah tak karuan, hal yang ia inginkan saat itu adalah segera keluar dari rumah mertuanya, akan tetapi ia kalah cepat, pria itu kembali menghalangi Sita untuk mengunci pintu belakang dengan menopang punggung Sita sehingga ia kesulitan untuk keluar.

        "Uda cuma mengungkapkan rasa sayang sama Sita," 

        Ia mencoba mengklarifikasi atas apa yang terjadi. Setelah apa yang ia lakukan ternyata ia masih punya rasa takut jikalau Sita mengungkapkan kelakuan kejinya pada istrinya? Sita hanya diam dan segera meninggalkan pintu belakang tanpa dikunci. Ia sudah tak peduli, Sita mempercepat langkah, pulang ke rumah yang tak seberapa jauh dari rumah mertuanya. Ia mengunci pintu belakang, menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Ia tak kuasa membendung tangis dan meluapkan rasa benci dan jijik atas perlakukan yang baru saja pria itu lakukan padanya. Sita segera mandi dan menggunting baju daster yang ia kenakan tadi, menggosok pipinya dengan gusar, namun kenangan menjijikkan itu takkan pernah hilang dari ingatan. Sejak kejadian hari itu, Sita tak berani sendirian di rumah, ia selalu merengek pada suaminya yang bekerja di luar kota untuk sering pulang. Ia takut pria itu akan mencoba untuk mendekatinya lagi dan entah apa yang akan ia lakukan lain waktu.

        Seperti kali ini, Sita merasakan suasana mencekam seperti saat pertama kali dilecehkan. Sore itu, ia baru saja mandi. Benar saja, seseorang sedang mengendap-endap dari balik punggungnya, saat pria itu  menyentuh pundak Sita, ia mengeluarkan pisau yang sengaja disembunyikan di balik handuknya dan tanpa pikir panjang Sita menancapkan pisau itu di dadanya. Seseorang tergeletak dilantai, Sita baru menyadari pisau itu tertancap di tubuh suaminya, sedangkan pria itu berdiri di hadapan Sita, tersenyum sinis. 




Comments

Popular Posts