Day 36 : Sungguh, Keterlaluan!


         Lengkap sudah hariku kau buat menunggu, kepala sudah pening sedari 90 menit yang lalu, perutku sudah berulang kali menyanyikan theme song yang sama, "Lapar gaaaaiisssssss," Namun belum jua mendapatkan izin karena kau bilang aku harus menunda laparku sebelum bertemu dengannya. Jika masih kau tunda pertemuanku dengan beliau yang belum nampak batang hidungnya aku bisa jungkir balik dan koprol di depan kau ini. Ada kau lihat mataku mulai sayu, keringat dingin mulai bercucuran, badan terasa lemas? Ah tampaknya kau tak ada pedulinya denganku, yang kau lakukan hanya sibuk membolak-balik map dan menulis entah apa, aku tak peduli. 


           30 menit pertama menunggu aku masih bisa sabar, aku scroll semua media sosialku untuk membunuh kebosanan, ku buka buku muka, yang tampak hanyalah postingan makanan dan penjual makanan online yang membuat perutku semakin melilit. Akhirnya kututup buku muka lalu ku buka instagram dengan hasil yang sama, aku menelan ludah melihat beraneka macam makanan yang terpampang jelas pada berandaku. Muncul ide ketika melihat beberapa filter lucu pada story IG kawan-kawan, kucoba pula menggunakannya supaya hilang rasa lapar dan pening ini sementara. Filter "Abang jago" dan beberapa filter lainnya berhasil mengusir kebosanan ini sebentar. Akhirnya kuposting beberapa video singkat dengan tema menunggu dan merasa bosan. 


          Setelah mulai bosan, Kututup Instagramku lalu beralih ke WhatsApp Grup yang berujung berselancar di blog teman-temanku yang menjadi pranala wajib dibaca hari ini pada event One Day One Post. 30 Menit berikutnya mataku mulai kabur, membaca pun tak lagi jernih. Setelah membaca dan memberikan komentar pada beberapa blog aku kembali menutup WhatsApp dan menaruh handphone di atas kursi. 


          30 menit terakhir aku sudah tak tahan lagi,  tubuhku mulai gemetar, bersuara pun aku tak mampu, aku menyandarkan tubuh pada tiang yang ada di sebelah kanan kursiku lalu mencoba memejamkan mata siapa tahu waktu akan segera berputar dan beliau itu datang juga menjumpaiku. Begitu pikirku dalam tidurku. Tapi tunggu dulu, kenapa aku terus berpikir sementara aku tertidur? Apakah aku benar-benar tidur atau hanya tidur ayam? Tunggu, apakah aku ayam? Oh, tentu tidak kusipitkan mataku dan mencoba melihat ujung jariku, ternyata masih sama seperti kemarin belum berubah. 


          Dalam tidurku aku bermimpi bertemu beliau yang sudah membuatku menderita syndrom bosan dan kelaparan sejak pagi hingga sore ini, ia menggunakan jas putih dan sebuah kacamata yang cukup tebal dengan bingkai berwarna hitam. Ia berjalan ke arahku, dan aku berusaha menghentikannya namun ia seperti tak peduli padaku yang menggapai-gapai tangannya. Ia menepis dan bertingkah seolah-olah ia tak pernah mengenalku. Bayangkan, ia orang asing yang tak pernah kukenal namun aku sudah rela menderita dan kelaparan untuk bertemu dengannya. Saat sudah bertemu ia malah mengacuhkan aku, bisa kau bayangkan bagaimana sakitnya? Sakit seperti diiris sembilu lalu kau beri dan siram perasan air jeruk di atas lukaku, bisa kau bayangkan itu? Tidak kan? Karena aku yang merasakan, bukan kau. 


          Sesegukan aku dibuatnya dalam mimpi itu, aku berandai-andai mungkin perlakuan mereka akan berbeda jika aku tidak memakai kartu ini, pelayanan akan lebih cepat jika pengobatan biasa tanpa kartu, aku benci dengan sistem yang membeda-bedakan perlakuan ini. Padahal tidak gratis pelayanan ini kudapatkan, suamiku membayar pelayanan itu dengan jerih payah dan keringatnya setiap bulan. Akhirnya aku terbangun mendengar suara seorang wanita, ia menepuk pundakku dengan lembut sambil berkata, "Bu, maaf rumah sakitnya sudah tutup, silahkan kembali esok hari untuk bertemu dengan dokter kami, "


          Tak bisa aku bayangkan besok harus mengulangi tahapan yang sama seperti hari ini. Tak kuindahkan perkataan wanita itu, tubuhku tak punya energi lagi untuk berdebat kusir dengannya, kututup kembali mata yang terasa berat dan kubiarkan tubuh ini tenggelam dalam rasa lapar dan tertidur di bangsal rumah sakit. 


Epilog

          "Dek, jadi kamu mau kontrol ulang ke rumah sakit hari ini?" Suamiku membangunkan tidurku di pagi hari, mengingatkan janji temu dengan dokter hari ini. 


Comments

Post a Comment

Popular Posts