#Day20 : Sebuah Kesempatan
Sore itu Ammar masuk
UGD, ia kritis. Ada benturan di kepalanya. Berdasarkan keterangan dokter Ammar
mungkin telah membentur sesuatu pada saat kecelakaan tersebut. Aku mulai panik
dan Emir tau kondisiku lebih buruk dari kondisi Ammar. Rasa bersalah telah
membiarkan Ammar sendiri setahun belakangan bercampur jadi satu dengan rasa
syukur karena telah menemukannya. Hatiku kalut. Biasanya jika sudah seperti ini
Emir akan segera menyeretku ke untuk mengadu hanya kepada-Nya.
“Ibuk harus
yakin, kalau abang Ammar bisa disembuhkan”
Aku menatapnya,
benteng pertahananku mulai runtuh. Airmataku mulai berjatuhan, dan ia akan
segera menarikku ke arahnya dan menghapus air mataku.
“Ayok, kita
doakan abang Ammar buk... Emir yakin Abang Ammar akan menemukan jalannya. Apakah
bersama kita, atau bersama ibunya”
Mendengar perkataan
Emir hatiku terasa sakit dan tak mampu lagi kutahan. Aku berlari masuk ke arah
toilet masjid yang ada di puskesmas itu untuk mengeluarkan kepedihanku. Kuhidupkan
air kerannya besar-besar hingga suara tangisku tenggelam di dalamnya.
“Ya robbi,
jikalau memang sudah kehendak-Mu. Kuatkan aku untuk mengikhlaskan Ammar.”
Setelah puas
menangis, kuambil wudhu dan segera kutunaikan
kewajibanku dengan meminta
pertolongan hanya pada-Nya.
Setelah puas
mengadu pada-Nya hatiku sedikit plong. Kulihat Emir celingak-celinguk
mencariku.
“Ada apa bang?”
“Tadi dokter
datang, dia nyariin ibuk. Dokter bilang kalau ketemu ibuk disuruh keruangannya”
Jantungku berdegup
kencang, semoga tak ada apa-apa. Ya, semoga tak ada apa-apa. Langkahku gontai
menuju ruangan dokter. Emir mengekoriku dari belakang. “Semoga semuanya
baik-baik saja”, hatiku membatin. Setelah sampai di depan pintu ruangan dokter,
kuketuk pintunya dan suara dari dalam mempersilahkan.
“Silahkan duduk
bu”
“Terima kasih dok”
“Jadi begini bu,
saya langsung saja. Kondisi pasien sudah cukup stabil. Akan tetapi perlu
perhatian intensif. Setelah dirawat beberapa hari pasien sudah bisa dibawa
pulang. Tapi harus dirawat dengan hati-hati ya bu nanti dirumah.”
“Benarkah dok?
Ammar baik-baik saja?”
Dokter mengangguk.
Aku berterima kasih padanya dan langsung pamit. Terima kasih ya robb atas kasih
sayang-Mu pada kami.
Comments
Post a Comment