#Day12 : Cinta Anin & El
Tak pernah bisa ditebak
takdir dan jodoh seseorang, bahkan aku sekalipun. Ia yang malam ini dalam sekali
tarikan nafas akan segera menggantikan tugas papa untuk menjagaku. Aku masih
ingat jelas bagaimana aku secara diam-diam menyukainya sejak Sekolah Menengah
Pertama, dan bagaimana kami sempat tak terhubung lagi selama hampir tujuh
tahun.
Setelah tamat SMA
Anin tak pernah bertemu dengan abang El lagi, karena harus meneruskan kuliah ke
Bekasi. Lagi pula abang EL juga sudah pindah bersama keluarganya, sudah tak berdekatan
dengan rumah lama Anin lagi. Kini, ketika media sosial yang sedang tenar yaitu facebook yang memiliki keahlian
menemukan teman lama ku manfaatkan untuk mencarinya. Ketika Anin coba mengetikkan
namanya pada kolom search, tak berapa
lama langsung berjejer pilihan nama akun facebook
yang berkaitan dengan namanya. Mata Anin tertuju pada foto yang kuyakini
adalah abang El. Dengan sekali klik semua kenangan tentang abang El kembali
terlintas dibenakku. Tiba-tiba saja Anin meragu, “mungkinkah abang El masih
ingat Anin?”. Karena termenung cukup lama tanpa sadar jari anin menekan nomor
kontak abang EL. Deg! Jantungku berdegup ketika panggilanku tersambung.
“Halo,
Assalamualaikum?”
Aku terkejut
dengan suara khasnya yang cukup ngangenin. Aku bingung, tetapi kucoba untuk
menjawab sealami mungkin.
“Waalaikum salam,
ya halo. Ini bang El ya?
“ Iya benar ini siapa?”
“Ini Anin bang? Masih
ingat? Adiknya kak Ira”
“Oh, Anin...
adiknya Ira ya? Masyaallah... sudah lama sekali ya?”
“Iya bang”.
“Oh iya, maaf ya
dek, ini abang lagi dijalan mau pulang ke rumah dari kantor. Nanti abang
telepon lagi ya. Assalamualaikum...”
“Oh, iya bang, gak
apa-apa. Waalaikum salam”.
Sepersekian detik
kemudian aku merasa tak percaya bahwa aku akan kembali berbicara dengan abang
El. Entahlah, apakah rasa yang terpendam itu kembali muncul untuk abang EL? Aku
pun harus mencari tau jawabannya.
Sejak saat itu,
abang El semakin sering menelponku dan memperhatikan aktivitasku. Suatu hari ia
menelpon dan menanyakan pertanyaan yang sangat sulit untuk kujawab.
“Assalamualaikum,
lagi apa dek?”
“Waalaikum salam,
ini lagi ngelanjutin bab 2 skripsi adek”
“Abang boleh
ganggu sebentar gak? Ada sesuatu yang mau abang tanyain”
“Boleh, memangnya
abang mau tanya apa?”
“Abang to the point aja ya dek, adek kan tau
abang sudah memasuki usia yang cukup matang untuk berumah tangga, dan abang
juga sudah tidak mau mencari pacar tetapi mau mencari calon istri”
“Terus ...”
“Abang ... maunya
adek yang jadi istri abang. Gimana? Adek mau gak?”
Antara percaya
dan tidak, aku benar-benar tidak tau harus berkata apa. Aku pun hampir tidak sadar
apa yang telah aku jawab padanya sehingga ia begitu bahagia dibalik telpon saat
itu.
“Terima kasih
dek, abang janji. Abang akan jaga adek sampai maut memisahkan.”
Dan malam ini, ia
telah berjanji melalui ijab qabul yang ia ucapkan dihadapan papa dan saksi. Tak
terasa air mataku menetess ketika saksi berkata sah. Terima kasih tuhan, engkau
telah menuntun cinta pertamaku dan mengabulkan doaku untuk mempertemukan kami
kembali dalam ikatan suci pernikahan.
Rantau Ikil, 2012
Comments
Post a Comment