#Day16 : Ketika Mentari tak lagi Menepati Janji


Hari ini sudah memasuki puasa ke 16, di grup Whatsapp SMA sudah banyak undangan buka bersama atau yang biasa disebut bukber. Bukannya tak senang dapat berkumpul kembali dengan kawan-kawan lama. Rindu sebenarnya, karena sudah sekian lama kami berpisah dan kini dapat berjumpa kembali. Akan tetapi acara bukber ini nantinya akan membuka kenangan lamaku bersamanya. Tiba-tiba sebuah pesan Whatsapp masuk, membuyarkan lamunanku tentang masa-masa SMA dua tahun yang lalu.

ā€œCoba kau lihat keluar jendela kamar, langit masih tetap sama. Begitupun aku. Masih menunggu janji sang mentari untuk tetap menerangi pagi. Adakah mentariku masih sama seperti dulu?ā€

Firasatku terasa tak enak, ini pasti dia. Sial, akhirnya ... setelah sekian lama ia masih punya nyali untuk menghubungiku.

ā€œMeski mentari selalu menepati janji untuk terus menerangi pagi, akan tetapi ia tak lagi menerangi langit yang sama. Ia telah menemukan langitnya.ā€

Lama ia tak membalas chat ku, kufikir ia telah kehabisan kata-kata. Yes, tak kan mempan aku kau gombali. Aku bukan mentari yang dulu Angkasa.

Sebuah panggilan masuk ke telepon genggamku. Aku yakin itu nomor Angkasa. Kukuatkan hatiku untuk mengangkat telpon darinya.

ā€œKamu memang jago kalau soal merangkai kata-kata Tari. Aku nyerah.ā€

ā€œBaru sadar, kemana saja selama ini?ā€

ā€œKan, gak bisa dipancing sekali. Langsung menusuk kehatiā€

ā€œGak mempanā€, rutukku dalam hati. ā€œAda apa nih? Setelah sekian lama menghilang bak ditelan 
bumi. Tiba-tiba muncul kepermukaan.ā€

ā€œAku rinduā€

ā€œSeenak jidatnya ngomong rindu setelah apa yang sudah dia lakukan padaku? Aku gak boleh terpengaruh, aku pasti bisa menghadapi angkasaā€ kukuatkan tekadku menghadapinya.

ā€œMasih bisa rindu kamu sa?ā€

ā€œKamu masih menyimpan sakit hati terhadapku ri?ā€

ā€œMenurutmu? Aku gak akan sakit hati atas apa yang sudah kamu lakukan dua tahun yang lalu?ā€
ā€œaku sudah jelaskan ratusan kali bahwa ....ā€

ā€œSssstttt... sudah, semua sudah berlalu sa. Gak usah diungkit-ungkit lagi. Sudah tidak ada gunanyaā€

ā€œTapi ri... aku ...ā€

ā€œKalau gak ada lagi yang mau kamu bicarakan aku tutup telponnya ya...ā€

ā€œTunggu ri .... tunggu sebentarā€

ā€œApalagi? Semuanya sudah jelas. Aku gak butuh penjelasanmu lagiā€

Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku perlahan dan memanggilku.

ā€œDek, sudah nelponnya ya nak... minum obat duluā€

ā€œIbuk ... dia telpon Tari lagi. Tari gak mau dia hubungi tari lagi. Tari sudah muak dengan semua penjelasannya bukā€

ā€œIya sayang, ibuk ngerti  handphone nya disimpan dulu ya nak. Tari minum obat duluā€

Ia mengangguk dan menurutiku untuk meminum obat yang telah dikonsumsinya dua tahun belakangan ini. Tetapi ia tak pernah pulih, Angkasa telah pergi dan Tari selalu menyangkal kepergian Angkasa sebagai sebuah penghianatan. Tari akan selalu berfikir Angkasa telah menghianatinya dengan meninggalkannya. Padahal ia sudah tenang di alamnya, hanya saja alam bawah sadar Tari yang belum menemukan ketenangan.

ā€œBukā€, panggilan Tari membuyarkan lamunanku.

ā€œIya sayang?ā€

ā€œTari capek... Tari udah gak kuat bukā€ ia mulai menangis. Tangisannya menyayat hatiku. Pilu.
Malam itu, adalah malam terakhir Tari menangis dipelukanku karena keesokan harinya aku yang menangisi Tari di pemakamannya.

Comments

Popular Posts