Day 3 : Renjana Untuk Syahidan
Kesempatan Kedua
Enam tahun
yang lalu, pada suatu malam yang bertaburan bintang, angin malam pun berhembus
sepoi-sepoi. Seorang lelaki muda tampak mengawasi sebuah rumah di depan warung
tempat ia dan kawan-kawannya akan berkumpul, baru beberapa orang yang datang.
Namun ia tampak begitu rapi dan sepertinya memang telah mempersiapkan diri
tampil menarik malam itu. Ia terkesiap ketika melihat seorang gadis yang telah
ia tunggu-tunggu sedari tadi berjalan ke arah warung, ia pun segera duduk di
depan warung dan memberanikan diri untuk menyapanya.
“Eh, ada dek
Iren. Mau jajan ya?” sapa Pria yang bernama Syahidan.
“Uhm, I...
i..ya Bang.” Jawab Iren terbata-bata.
“Sekarang
Iren sudah kelas berapa?” tanya Idan lagi.
“Sudah kelas
XI SMA Bang.” Jawab Iren lagi sambil berusaha menghindari tatapan mata Idan
yang membuatnya tersipu malu. “Iren pamit dulu ya Bang, sudah malam, takut ayah
nyariin.” Pamit Iren.
“Oh, iya ...
selamat beristirahat ya Dek.” Balas Idan.
“Iya, Bang,
makasih.” Jawab Iren singkat.
Mata Idan tak berhenti menatap Iren hingga sosoknya
menghilang dibalik pintu pagar rumahnya, ia tersenyum sendiri membayangkan bagaimana
hatinya berdetak tak beraturan saat berbicara dengan Iren. Tiba-tiba seseorang
menepuk punggungnya yang membuat Idan kaget.
“Woi bro, lagi lihatin siapa sih? Kok serius banget?”
Tanya Teman Idan yang bernama Rizki.
“Ah, enggak. Eh, kamu baru datang ki?” tanya Idan mencoba
untuk mengalihkan pembicaraan.
“Iya nih, eh itu bukannya rumah Iren ya?” tanya Rizki.
“Iya, memangnya kenapa Ki?” tanya Idan penasaran.
“Emm... kasih tahu gak ya?” Rizki tampak meragu.
“Masa sama temen sendiri pake rahasia-rahasiaan sih Ki? Gak
asik ah.” Idan berusaha mencari informasi dari Rizki.
“Yaudah deh, karena kamu sobatku yang paling aku percaya
aku kasih tau deh. Jadi gini, sebenarnya aku tuh udah lama suka sama Iren, tapi
... belum punya keberanian untuk bilang. Namun sekarang aku sudah yakin dan
akan mengungkapkan perasaanku sama dia sesegera mungkin.” Jelas Rizki.
Deg, Jantung Idan seperti sedang ditikam sembilu, terasa
sakit namun tak berdarah. Idan langsung terpaku dan tak berkata apa-apa. Dalam benaknya
Ia tak menyangka kalau Rizki akan menyukai Iren. Akhirnya ia memutuskan untuk
mengalah, ia akan membiarkan Rizki untuk menjaga Iren untuknya, karena Idan
tahu Rizki adalah pria yang baik dan tak mungkin menyakiti hati Iren.
“Dan, kamu kenapa? Kok bengong?” Tanya Rizki membuyarkan
lamunan Idan.
“Ah, eng, enggak bro. Ya sudah, aku akan mendoakan semoga
rencanamu berhasil, jaga Iren baik-baik ya.” Jawab Idan.
“Pasti bro, aku akan jagain Iren dengan segenap jiwa dan
ragaku.” Jawab Rizki mantap.
“Ya sudah, aku pamit pulang dulu ya, kepala aku mendadak
sakit nih, mau istirahat dulu. Nanti bilang sama teman-teman yang lain ya kalau
aku gak bisa kumpul malam ini karena gak enak badan.” Jawab Idan memberikan
alasan.
“Siap bro, kamu istirahat yang cukup ya supaya cepat
sehat. Nanti aku sampaikan ke teman-teman yang lain.” Balas Rizki.
Idan hanya mengangguk lemah dan menyalakan mesin motornya
lalu berlalu tanpa menoleh. Malam itu meski langit bertabur bintang, namun hati
Idan terasa suram. Ia merelakan Iren untuk Rizki, sahabat karibnya sejak kecil.
Tak mungkin ia tega mematahkan hati Rizki dengan mengatakan bahwa ia lebih dulu
menyukai Iren.
***
Dua minggu kemudian, tanpa sengaja Idan bertemu kembali
dengan Rizki di warung depan rumah Iren. Idan tampak canggung saat menyapa
Rizki namun ia berusaha untuk menutupinya.
“Eh Ki, apa kabar? Gimana, apa kamu sudah mengungkapkan
perasaanmu sama Iren?” Tanya Idan mencoba untuk berbasa-basi.
“Udah.” Jawab Rizki agak lesu.
“Trus apa jawab Iren? Kok kamu kelihatan lesu gitu?”
Tanya Idan penasaran.
“Kata Iren ada laki-laki yang disukai dan menganggap aku
hanya sebagai abang tidak lebih.” Jelas Rizki.
“Iren bilang gak siapa yang dia suka?” Tanya Idan
penasaran.
Rizki menggeleng. “Ya sudahlah, mungkin Iren belum jodohku
Dan. Oh ya, ngomong-ngomong aku dengar kamu pacaran sama Sinta ya?” Tanya
Rizki.
“Eh, Iya. Baru dua minggu.” Jawab Idan sedikit canggung.
Idan menyesal memilih mundur untuk memperjuangkan
cintanya pada Iren, ia merasa menjadi pria paling pengecut di hadapan gadis
yang ia cinta. Saat hatinya terluka karen harus mengalah pada sahabat karibnya,
ia mencoba untuk mengobati lukanya dengan menerima Sinta. Namun, hubungannya
dengan Sinta tak berlangsung lama, karena Idan menjalinnya tak di dasari cinta
tetapi pelampiasan semata. Mulai detik itu Idan bertekad untuk memperjuangkan
apa yang ia yakini, jika nanti tuhan memberikan ia kesempatan kedua, ia akan
memperjuangkan cintanya kembali untuk Iren.
***
Hari itu setelah enam tahun berlalu, saat Iren kembali menghubungi Idan untuk pertama
kalinya saat ia sedang mengendari mobil menuju rumah, ia tak sabar untuk segera
sampai untuk menelepon kembali nomor Iren. Akhirnya, Allah memberinya
kesempatan kedua. Cinta yang selama ini selalu mengisi relung hatinya, cinta
yang hanya terukir nama Iren, kuncup bunga itu kembali merekah, mekar setelah
sekian lama bersembunyi. Ia yakin, kali ini Allah memberi jawaban Enam tahun
yang lalu agar Idan bisa kembali memperjuangkan cintanya hanya untuk Iren.
Bersambung
...
Semoga Iren masih sendiri iya.
ReplyDeleteWah...ceritanya bersambung, jadi penasaran
ReplyDelete