Day 1: Renjana Untuk Syahidan
Lamaran Bang Idan
Iren baru saja selesai sholat Zuhur, kebetulan hari ini tidak ada jadwal
bimbingan jadi ia bisa bersantai di rumah sambil melanjutkan tulisan skripsinya
yang masih bertahan pada bab II. Konsentrasinya terpecah ketika ia mendengar
suara dering telepon pintarnya berbunyi. Nama Syahidan tertera pada layar,
senyum manis tersungging di bibirnya. Idan—biasa ia memanggilnya adalah pria
yang belakangan ini sering menemani malam-malam begadangnya dengan Skripsi.
“Assalamualaikum Dek Iren, apa kabarnya hari ini? Abang ganggu gak?” tanya
pria itu membuka percakapan.
“Waalaikum salam Bang Idan, alhamdulillah sehat wal ‘afiat. Enggak Bang,
kebetulan Iren lagi nyantai sambil ngetik Bab II sedikit. Memangnya ada apa
bang?” Iren kembali bertanya.
“Emm... jadi gini dek, Iren kan tahu kita sudah beberapa minggu ini sering komunikasi,
dan Abang merasa nyaman setiap kali ngobrol sama kamu. Abang sekarang sudah di
posisi yang gak mau pacaran atau mau main-main. Abang ...” Idan menghentikan
kalimatnya.
Dari balik telepon Iren menahan napas, ia sudah tau kemana arah pembicaraan
Syahidan tetapi ia ingin mendengarnya langsung dan memastikannya sendiri dengan
telinganya.
“Abang, ingin serius melangkah ke jenjang pernikahan bersama Dek Iren, itu
pun kalau kamu bersedia.” Akhirnya Idan berhasil melanjutkan kalimatnya.
Renjana terlihat bingung setelah mendengar pertanyaan Idan, matanya
berpendar-pendar ke sekeliling ruang kamarnya yang sederhana. Ia duduk di atas
meja rias sederhana berwarna coklat dengan beberapa bedak tabur dan lipstik menghiasai
meja rias tersebut. Dari ujung telepon, seorang pria yang sudah lama ia kenal memberikan
pertanyaan yang pastinya diidam-idamkan setiap wanita. Pria itu memintanya
untuk menjadi pendamping hidupnya. Ia adalah pria yang dulu namanya pernah
terucap dalam doa Iren, namun rasa bingung dan takut menghampiri hatinya untuk
menerima pria ini. Ia merasa tak mampu untuk memberitahu ayahnya tentang kabar
ini, sementara ia masih berjuang untuk menyelesaikan kuliahnya di semester
terakhir.
“Gimana Dek? Apa Dek Iren menerima Pinangan abang?” tanya pria itu
membuyarkan lamunan Iren.
“Eh, iya bang maaf ... Iren lagi gak fokus tadi.” Jawab Iren sekenanya.
“Kenapa Dek, kamu kaget ya mendengar permintaan Abang?” Tanya Idan.
“Iya, lumayan kaget karena Iren gak nyangka Abang akan secepat ini melamar
Iren. Abang kan tahu Iren masih kuliah semester terakhir, Iren ingin
menyelesaikan kuliah dulu.” Jawab Iren dengan hati-hati takut menyinggung
perasaan Idan.
“Abang paham, tapi zaman sekarang kan menikah sambil kuliah bukan hal yang aneh
Ren. Abang gak mau menunda niat baik ini.” Jelas Idan.
“Emm... apa bisa Abang kasih waktu Iren selama satu tahun untuk
menyelesaikan kuliah? Lagi pula Iren harus mendiskusikan hal ini sama ayah dulu
Bang, nanti Iren kasih tahu Abang keputusannya karena Iren tidak bisa
memutuskan sendiri masalah ini.”
“Baiklah, abang kasih waktu dua minggu untuk Iren berdiskusi dengan Ayah.” Idan
agak keberatan dengan permintaan Iren namun berusaha menghormati keputusannya.
Selama dua minggu Iren dan Idan tidak saling menghubungi, hanya sebatas
menyapa dalam pesan singkat. Iren sampai terlihat kusut dan kusam memikirkan
cara untuk menyampaikan masalah lamaran itu pada Ayahnya. Herannya ketika Iren
sedang kebingungan Ayahnya malah pulang ke kampung halaman untuk urusan
mendadak selama dua minggu. Iren dan keluarganya merupakan perantauan dari
pulau Sumatera—Jambi. Mereka sekeluarga pindah ke Bekasi untuk melanjutkan hidup yang lebih baik. Sekarang sudah
hampir 4 tahun mereka menetap di Bekasi. Ayah Iren sering bolak-balik Bekasi
Jambi, karena pengalamannya yang pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Tingkat Kabupaten Bungo selama 10 tahun sehingga ia sering diminta pulang untuk
menjadi penasehat setiap ada pemilihan kepala daerah.
Akhirnya, hari yang dinanti datang karena dua minggu telah berlalu. Iren
semakin uring-uringan, ia tak ingin telepon pintarnya berdering dan orang yang
meneleponnya adalah Idan. Tiba-tiba telelpon pintarnya berdering sehingga
membuatnya terkaget, ia berdoa dalam hati agar orang yang menelepon itu bukan
Idan. Lama Iren membiarkan telepon pintarnya berdering sampai mati kembali,
lalu berdering kembali. Akhirnya Iren memberanikan diri melihat siapa yang
meneleponnya, ternyata Ayah.
“Kenapa lama sekali baru diangkat nak?” tanya Ayah Iren tanpa basa-basi.
“Assalamualaikum Ayah ...” jawab Iren.
“Oh, iya ... Waalaikum salam ...” jawab Ayahnya lagi.
“Maaf Yah, Iren tadi lagi di kamar mandi jadi gak kedengeran. Memangnya ada
apa Yah? Kok sepertinya penting sekali, Oh iya, Ayah kapan pulang? Iren ada hal
yang ingin disampaikan.” Jelas Iren.
“Ayah pulang hari ini, ini sudah di mobil menuju Bekasi. Kebetulan
juga Ayah ada hal yang ingin disampaikan. Penting. Kamu jangan kemana-mana ya. Dah,
Assalamualaikum. Klik.” Ayahnya langsung memutuskan pembicaraan secara sepihak.
Iren hanya terpaku dari balik telepon pintarnya, ia curiga dan penasaran,
apa yang akan Ayahnya sampaikan? Sepenting apakah informasi yang akan
disampaikan Ayahnya dibandingkan berita lamaran Bang idan kepadanya. Iren tak
bisa berfikir lagi, yang harus ia lakukan saat itu adalah menunggu kedatangan
Ayahnya sambil berharap Idan tidak segera meneleponnya sebelum ia bertemu
dengan Ayah.
Bersambung ...
Menarik ceritanya, bikin pembaca ikut merasa deg" an. Gak sabar nunggu kelanjutannya💕
ReplyDeleteMasyaallah ... Makasih kak 😍 pantengin terus ya kelanjutan ceritanya 😁
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteCeritanya bagus. By the way aku jadi inget cerita cinta temenku dulu. Ceweknya nggak mau pacaran sebelum lulus kuliah. Si cowok tetap menunggu dengan setia, padahal si cowok sudah menyatakan cinta sejak semester 2. Setelah si cewek lulus nggak beberapa lama mereka menikah. Mungkin kelamaan sudah kelamaan nunggu, mending nikah langsung.
ReplyDeleteIya ya kak, niat baik itu harus disegerakan. Alhamdulillah, setelah lulus langsung menikah, berjodoh berarti ☺
DeleteMungkinkah iren akan dijodohkan... Hmmm mari kita lihat lanjutannya
ReplyDeleteMari kita pantengin bersama, eeeaaa 😅
DeleteLuar biasaaah
ReplyDeleteAllahu akbar 😌
Delete