Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

Gadis itu masih berusia 8 tahun saat pertama kali jatuh cinta, sejak ia baru pandai membaca dan menulis. ia masih belum pandai bermain kata, namun tangannya tak bisa diam untuk menulis sepatah dua patah kata. Setiap kali pulang sekolah, ia selalu melewati sebuah toko yang menjual berbagai buku berwarna-warni yang mencuri perhatiannya. Tertera pada sampul buku itu seharga Rp. 3.000,00 rupiah, mulai lah ia menyisihkan uang jajannya untuk membeli buku yang tertulis pada covernya "diary". Semangat untuk menulis pun semakin menggebu-gebu. Di sana lah ia tumpahkan segala cerita dan kegiatannya sehari-hari. Meski masih terbatas kata yang ia oret dalam buku diary, tak menyurutkan semangatnya untuk menulis.

Beranjak remaja ia masih setia dengan buku diary, kali ini isinya tak melulu tentang kegiatan sehari-harinya. Tetapi juga tentang cinta pertamanya pada sosok pria. Bunga-bunga asmara membumbui ceritanya, ia semakin suka mengungkapkan isi hati melalui tulisannya. Semakin lama rasa cintanya semakin tak terbendung pada kata, hingga menggunung buku diary ia simpan dengan indah.

Kini gadis kecil itu telah menjelma menjadi sosok gadis yang ternyata telah mendua, saat kuliah ia diperkenalkan dengan dunia menulis lainnya. tak perlu lagi ia habiskan tinta dan kertas untuk merangkai kata. Ia hanya butuh sebuah alat elektronik yang bisa dibawa kemana-mana dan diakses dengan jaringan data. Kini buku diary nya ia simpan dalam kotak lama bernama nostalgia, dan mulai mengenal dunia yang bernama blogging. Ia hanya membutuhkan sebuah akun untuk mencipta. laptop, jaringan data dan blogg menjadi teman setia.

Sampai akhirnya gadis itu semakin tergila-gila ... segala lomba diikutinya, akan tetapi tak pernah satu pun ia juara. Ia mulai bertanya-tanya, apa sebenarnya tujuannya. Perlahan si gadis mulai menutup diri dari dunia menulis, ia berhenti merangkai kata.

Hingga suatu hari, sebuah notifikasi mengubah segalanya. Seseorang memberikan komentar pada blognya. Si pemberi komentar bertanya kenapa ia tak lagi menulis, karena sesungguhnya ia selalu menanti tulisannya. Akhirnya ia menemukan pembacanya, pemberi semangatnya. Kini menulis sudah menjadi dunianya, tak pernah lagi ia berfikir untuk menulis semata hanya mendapatkan juara.

Menulislah, bukan untuk dikenal tetapi untuk diingat. Karena kita takkan pernah tau hidup siapa yang akan berubah atau terinspirasi hanya dari sebuah tulisan.

Comments

Popular Posts